Biografi Ustaz Abdul Somad, Pendakwah dan ulama Indonesia yang Sering Menjelaskan Kajian Agama Islam
kilasberita.id- Para Pembaca tentunya sudah tidak asing lagi dengan tokoh ulama yang satu ini. Ya, dia adalah Ustaz Prof. H. Abdul Somad Batubara, Lc., D.E.S.A., Ph.D., Datuk Seri Ulama Setia Negara atau lebih dikenal dengan Ustazd Abdul Somad.
Ustadz Abdul Somad merupakan seorang pendakwah dan ulama Indonesia yang sering menjelaskan kajian agama Islam, khususnya kajian terkait ilmu hadis dan ilmu fikih. Dia dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat karena dakwah yang disampaikannya lugas dan mudah dicerna.
Ustazd yang sering dipanggil dengan UAS ini merupakan keturunan suku Batak dan Melayu. Ayahnya memiliki darah Batak, sedangkan ibunya berdarah Melayu.
Dia merupakan putra dari pasangan Lobbayuddin dan Rohana. Garis keturunannya dari pihak ibu bersambung kepada Syekh Abdurrahman atau dijuluki Tuan Syekh Silau Laut I.
Tuan Syekh Silau Laut I adalah seorang ulama sufi beraliran Tarekat Syattariyah kelahiran Rao, Batu Bara. Dia merupakan keturunan perantau Minangkabau yang moyangnya berasal dari Mudik Tampang, Rao, Pasaman.
Ustaz Abdul Somad lahir di kampung yang bernama Silo Lama, Asahan, Sumatra Utara pada 18 Mei 1977. Dia lahir di lingkungan yang agamis, yang membentuknya menjadi seorang taat sejak masih muda.
Sedari kecil, dia sudah memiliki keinginan besar untuk menuntut ilmu. Setiap hari dia meminta kepada ibunya agar dimasukkan ke sekolah, padahal usianya belum cukup untuk mendaftar di Sekolah Dasar.
Saat itu, cara paling mudah untuk menilai seorang anak sudah dapat masuk ke Sekolah Dasar adalah dengan memegang telinga kanannya dengan tangan kirinya, kemudian melingkarkan tangannya itu di atas kepalanya.
Dia mulai dapat menikmati kegiatan belajarnya di SD Al-Washliyah. Saat itu, dia memperoleh pelajaran-pelajaran dasar. Namun, pelajaran yang disukainya adalah materi agama. Sejak berada di bangku sekolah dasar inilah, Abdul Somad juga dididik tahfiz Al-Qur’an.
Minatnya menerima ilmu memang begitu tinggi. Menurut ibunya, dia juga sering mengumpulkan bungkus kue, bungkus obat nyamuk, dan kertas-kertas lain yang ada tulisannya. Khusus kertas yang ada tulisan Arabnya, dia sering berkata tidak boleh diinjak karena nantinya bisa berdosa.
Tamat dari SD Al-Washliyah Medan pada 1990, dia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah Mu’allimin Al-Washliyah yang juga berada di Medan.
Setelah lulus pada 1993, dia melanjutkan pendidikan ke Pesantren Darularafah Deliserdang, Sumatra Utara selama satu tahun. Dia mengenal bahasa Arab lebih jauh di pesantren ini, terutama muhadatsah (percakapan menggunakan bahasa Arab).
Dikarenakan adanya aturan di pesantren yang mengharuskanya menggunakan bahasa Arab dalam percakapan sehari-hari, Abdul Somad mau tidak mau harus menaatinya.
Awalnya, dia memang merasa kesulitan karena sehari-sehari menggunakan bahasa Melayu dan Indonesia. Namun, lama-kelamaan, dia mulai dapat beradaptasi menggunakan bahasa Arab di lingkungan pesantren.
Pesantren Darularafah sendiri resmi didirikan pada 8 Mei 1986. Namun, sebelumnya telah dilakukan peletakan batu pertama sebagai awal pembangunan pesantren pada 1985 oleh H. Amrullah Naga Lubis dan beberapa alumni dari Pesantren Gontor.
Pesantren ini berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Medan. Alamatnya di Desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimabru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara.
Tujuan awal dibangunnya pesantren ini adalah untuk melahirkan ulama yang ahli dalam berbagai cabang ilmu keislaman. Seiring perkembangannya, pesantren ini tidak membatasi para santrinya untuk belajar ilmu agama saja. Namun, juga ilmu-ilmu sosial, ekonomi, dan eksakta.
Pesantren tersebut diasuh oleh H. Amrullah Naga Lubis, sedangkan yang menjalankan roda pendidikan adalah H. Indra P. Lubis, yang juga berperan sebagai ketua umum.
Pada 1994, Abdul Somad pindah ke Riau untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu, Riau dan menyelesaikannya pada 1996.
Tahun-tahun berikutnya antara 1996–1998, dia sempat berkuliah di UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Pada 1998, ketika pemerintah Mesir membuka beasiswa kepada 100 orang Indonesia untuk belajar di Universitas Al-Azhar, dia pun ikut mengikuti tes dan menjadi salah satu dari 100 orang yang berhak menerima beasiswa.
Dia kemudian akhirnya memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar Kairo dan berhasil mendapatkan gelar Lc-nya dalam waktu tiga tahun 10 bulan pada pertengahan tahun 2002..***diolah dari berbagai sumber. (Lexi)