Kocak! Bukan Rudy Bukan Bayu, Masyarakat Taunya Dedi Mulyadi Cabup Bogor
BOGOR - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bogor 2024 kurang lebih menyisakan waktu sebulan lagi. Namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui kapan jadwal pemilihan dan calon bupati maupun bupati yang akan dicoblos.
Hal ini dialami di hampir 40 kecamatan tersebar di Bumi Tegar Beriman.
Kurangnya KPU Kabupaten Bogor melakukan sosialisasi tahapan dan jadwal pelaksanaan Pilkada dituding menjadi salah satu pemicu.
Kemudian, dua pasangan calon yang bertarung yaitu Rudy Susmanto-Ade Ruhandi (Jaro Ade) dan Bayu Syahjohan-Musyafaur Rahman, hanya sibuk pencitraan di internal tim pemenangan maupun relawan.
Kedua paslon tersebut kurang terdengar melakukan pengenalan pada masyarakat dan memberitahukan bahwa di Kabupaten Bogor akan dilaksanakan Pilkada.
Iwan, warga Desa Bitungsari, Kecamatan Ciawi mengungkap, mengetahui bahwa di Kabupaten Bogor akan dilaksanakan pilkada. Namun ia tidak tahu kapan jadwal pemilihan diselenggarakan.
Lalu terkait calon bupati dan wakil bupati yang manggung di Pilkada Kabupaten Bogor, Iwan mengaku hanya tau Dedi Mulyadi sebagai calon kepala daerahnya.
Padahal diketahui, Dedi Mulyadi merupakan calon gubernur Jawa Barat nomor 4 yang berpasangan dengan Erwan Setiawan.
"Tidak tahu kapan nyoblosnya, hanya tahu calonnya saja yaitu Dedi Mulyadi," ujarnya.
Iwan menyebut mengenal Dedi Mulyadi karena sosok tersebut familiar di media sosial. "Itu yang suka ada di YouTube," polosnya.
Senada dikatakan Sudrajat Agus, warga Kecamatan Caringin. Dia menegaskan tak peduli dengan pilkada, sebab yang sudah-sudah kepala daerah yang terpilih justru berkhianat dari janji-janjinya.
"Janji sebelum terpilih mah ini itu. Tetap saja setelah terpilih yang menikmati kemenangan adalah keluarganya, parpol pengusung, relawan dan orang,-orang yang berada di lingkarannya. Kalau masyarakat mah tetap saja susah, makanya saya fokus nyari nagkah daripada mikirin pilkada," ucapnya.
Pengamat politik dan sosial SKOBA Institut, Abu Swandana mengatakan, wajar saja jika kalangan masyarakat grassroot tidak tahu dan tidak mengenal nama para kandidat calon pemimpin daerah mereka sendiri.
"Ada berbagai faktor yang membuat warga sedikit "cuek" pada ajang pesta demokrasi. Seperti soal mencari kebutuhan ekonomi, rasa bosan bicara politik, dan sebagainya," ungkap Swandana.
Meski tidak bisa dipastikan berapa besar prosentase masyarakat yang tidak tahu, tapi hal ini menunjukan pentingnya giat sosialisasi lebih masif dari semua pihak stakeholders pemilu maupun pasangan calon dan tim pemenangan nya.
"Fenomena popularitas nama calon yang dikenal warga lewat platform media sosial seperti youtube, itu hal yang wajar. Karena itulah media sosialisasi yang paling banyak di akses masyarakat hingga ke pelosok-pelosok," ungkapnya.
Swandana menambahkan, meskipun soal popularitas tidak selalu selaras dengan tingkat elektabilitas, namun hal tersebut juga tidak bisa dijadikan sandaran pasti. Sebab, popularitas akan jadi jalan pertama bagi warga untuk menentukan pilihan.
"Contoh hal ini terlihat dari hasil Pileg 2024 lalu, yang dialami oleh artis Komeng yang terpilih me.njadi anggota DPD RI dari Jawa Barat. Menurut analisis saya, masyarakat cuma kenal Komeng dan tidak kenal dengan calon lainnya," tukas Swandana. JAENUDIN/MAULAYA