Dampak Buruk Perguruan Tinggi Abal-Abal terhadap Negara dan Bangsa Indonesia
BOGOR- Maraknya penomena bisnis pendidikan dengan cara menjual ijazah asli tapi palsu (aspal) melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi swasta (PTS) abal-abal, bahkan tak berizin Dikti (illegal), kasus seperti ini sudah lama berlangsung di tanah air, Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah, terutama Ditjen Dikti Kemendiknas RI, disinyalir sangat lemah dalam pengawasan.
Pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan diatur dalam Undang Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, UU tentang pendidikan tinggi (PT), UU tentang Dosen dan Guru, UU tentang wakaf, dan UU Yayasan, berikut Peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmendikbud dan Kepditjen Dikti, kurang/lemah diterapkan atau bahkan amat jarang, tidak ada kasus pelanggaran tersebut dinaikan ke perkara hukum di sidang Pengadilan.
Padahal dalam UU Sisdiknas sangat jelas dan tegas sanksi pelanggarannya sesuai dengan jenis dan siapa stakeholders yang telah berbuat melawan hukum (kriminal pendidikan), baik oknum person jual-beli ijazah maupun institusi pendidikan seperti Yayasan atau LSM/NGO seharusnya mendapat sanksi hukuman yang tegas dan keras, karena dampak buruk, faktor penghalang yang dahsyat terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tujuan bernegara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Saya ketika menjadi Ketua Wandik Kota Bogor tahun 2013-2019, dalam beberapa forum para pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan baik tingkat daerah, wilayah dan nasional, saya sempat mengutarakan aspirasi "uneg-uneg" begitu maraknya penyelenggaraan pendidikan tinggi seperti "STAI", "Akademi" atau PTS abal-abal dengan mengobral ijazah palsu dengan imbalan biaya "sekolah".yang cukup besar dan mahal, kian marak dan berkembang biak dengan membuka banyak cabang di masyarakat.
Akan tetapi itulah kenyataannya, kita sungguh amat prihatin, Pemerintah dalam hal ini, Kemendikbud RI sangat lemah dalam pengawasan dan juga penindakannya. Ya jadinya begini. Perbuatan kriminal jalan terus, memperjualkan ijazah palsu terus berlangsung hingga sebagaimana video yang viral kita tonton saat ini, ada acara seribuan lebih "berwisuda sarjana" yang berlokasi di Jakarta. Bunyi press realess dari pejabat Dikti yang menemukannya sangat jelas dan ditulis caption pelanggarannya di media sosial.
Beberapa tahun lalu, saya pernah diundang dialog di RRI Regional Bogor, membahas fenomena maraknya ijazah palsu, bersama Direktur Akademik Dirjen Dikti Kemendikbud RI. Saya sempat bertanya kepada pejabat Dikti, ketika itu, kebetulan saya kenal akrab. Saya bertanya fenomena penyelenggaran pendidikan tinggi swasta (PTS), kok tetap semarak, tidak bisa hilang di bumi persada ini?. Beliau jawab singkat kepada saya. "Sulit kang Apendi memberantasnya, karena para aktornya kebanyakan dari kalangan oknum pejabat dan orang-orang berpangkat tinggi, para "oknum" berprofesi di kemiliteran dan kepolisian .
Kemudian saya timpali lagi, jadi simpulan "pihak Dikti tidak berdaya, powerless"?. Beliau pun tidak menjawab dan bergegas pergi meninggalkan ruang studio RRI Bogor.
Lantas, saya membuat kesimpulan bahwa memang di Republik Indonesia yang sama-sama kita agak sukar membangun kualitas SDM yang unggul yang memiliki basis kompetensi sainteks dan integritas akademik yang kokoh dan kuat, karena demikian banyaknya manusia Indonesia yang berkeliaran di masyarakat, bekerja, terutama sebagai ASN menggunakan ijazah asli tapi palsu (aspal). Berkembang biak para penyandang gelar akademik palsu ini mulai strata sarjana S1, magister S2, Doktor S3 dan bahkan Guru besar/Profesor abal-abal terus bermunculan yang tak pernah henti, kapan perbuatan kriminal pendidikan ini akan berakhir, wallahuaklam.
Sulit diprediksi kapan hilangnya gejala sosial yang tak terpuji dan merusak sendi-sendi peradaban bangsa di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika gejala bisnis PTS yang memperjualkan gelar akademik palsu dan abal-abal tersebut, terus dibiarkan, tidak diawasi ketat dan jika ada yang kriminal Yayasan selaku Badan Hukum Penyelenggara (BHP) PT, maka sulit dibayangkan Indonesia bisa berperadaban maju, memasuki 100 tahun Indonesia Merdeka, Indonesia Emas tahun 2045, yang tinggal 21 tahun lagi.
Mengapa kita sulit memajukan Indonesia yang berkemajuan dan beperadaban moderen ?. Sehingga kondisi Indonesia tidak baik-baik amat hingga zaman now, begitu banyak problem sosial dalam sejumlah aspek, bidang dan sektor. Dan saya pernah beropini di publik berdasarkan dan ditinjau dari analisis data dan fakta sebagai indikator penentu keberhasilan pembangunan nasional.
Ketika itu mass media, diwawancarai wartawan selaku Ketua Wandik Kota Bogor tentang apa dampak negatif, dengan maraknya penyandang gelar palsu berkeliaran di masyarakat ?.
Jawaban saya cukup sederhana dan ringkas saja.
- Bagi mereka bergelar akademik seperti Dr dan atau Profesor jika diundang dalam forum ilmiah seperti seminar, simposium dan workshop membahas sudah dapat dipastikan mereka tidak akan mampu berpikir ilmiah, teoritis dan konseptual berdasarkan kerang pikir sainteks. Dugaan saya jika mereka diundang, enggan untuk hadir karena gugup (nervous) dan tidak percaya diri. Jadi kita bisa bagi pengguna ijazah dan gelar abal-abal akan mendatangkan penyakit jiwa akibat tekan mental berupa stress etc.
- Bagi mereka ASN dan Aparatur Negara penyandang gelar S1, S2 dan S3 yang aspal dan abal-abal, kemudian digunakan untuk promposi jabatan dan menduduki eselon tertentu, bisa dipastikan mereka tidak akan mampu bekerja profesional karena tidak menguasai sainteks sesuai kapasitasnya dan tuntutan kebutuhan masyarakat/rakyat yang dipimpinnya, apalagi mereka pemakai sarjana palsu itu adalah pejabat publik.
Jika fenomena sosial negatif tersebut terus berlangsung di birokrasi pemerintahan kita, maka pelayanan publik akan terganggu dan tidak bermutu/non prima, karena pejabatnya tidak mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah (solution and identification of social problems), sehingga program dan proyek-proyek yang direncanakan para oknum pejabat publik itu, akan tidak tepat sasaran, baik input, proses dan output/outcome menjadi rusak dan gagal, proyek mangkrak banyak kita temukan di lapangan, saya kebetulan berprofesi puluhan tahun sebagai konsultan pemberdayaan masyarakat (social empowering consultant) di perdesaan daerah terluar dan tertinggal, proyek-proyek fisik mangkrak banyak saya temukan, baik di kawasan Indonesia Bagian Barat, apalagi di Indonesia Bagian Timur. Padahal mereka para oknum pejabat publik tersebut seperti Kepala Dinas di daerah (Kab/kota/Provinsi), dan Kabid/Direktur/Deputi atau Dirjen di suatu Kementerian dan Lembaga Negara (K/L) di lingkungan birokrasi Pemerintahan Pusat, telah digaji mahal dengan berbagai tunjangan struktural dan fasilitas jabatan yang menghabiskan dana APBN dan APBD yang lumayan besar. Jadi luar biasa dampak buruk para oknum birokrat tersebut, sehingga terjadi inefisiensi (pemborosan) anggaran negara dan akibat lainnya pelayanan publik memburuk, masyarakat kelas bawah (grass rote) tetap miskin, bodoh dan terbelakang, nauzubillahi minzalik.
Demikian itulah, saya narasikan fenomena sosial penyelenggaraan PTS abal-abal, dengan mengobral ijazah palsu, berakibat multi komplek yang menghambat capaian kemajuan Indonesia akibat rendahnya mutu SDM birokrat kita yang tidak bisa bekerja profesional dan juga bermental tidak jujur dengan gelar palsunya.
Harapan saya, semoga pihak Dikti Kemendiknas RI memiliki kemampuan untuk membina, mengawasi ketat penyelenggaraan PTS dan menindak dengan tegas, ajukan dan naikkan ke pengadilan untuk penegakan hukum. Bagi PTS yang berbuat kriminal melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, agar oknum penyelenggaranya ada efek jera agar kapok.
Menurut saya, penegakan hukum adalah cara dan langkah yang tepat dan cerdas untuk menyelamatkan masyarakat dan negara-bangsa dari para penjahat yang berlindung di PTS yang bermisi mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan bernegara NKRI. Semoga bermanfaat dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita senantiasa dalam rahmat dan karunia Allah SWT, dengan setia dan berkomitmen memajukan dunia pendidikan tinggi, Aamiin-3 YRA. Save PTS Indonesia!
Penulis: Dr Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan-tulisannya di media sosial)