Gema Sasmita: AI Harus Menjadi Kekuatan untuk Transformasi yang Berkeadilan dan Berkelanjutan

Gema Sasmita: AI Harus Menjadi Kekuatan untuk Transformasi yang Berkeadilan dan Berkelanjutan

Smallest Font
Largest Font

Dalam diskusi strategis mengenai masa depan kecerdasan buatan (AI), Gema Sasmita, CEO Sydeco, menekankan pentingnya mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh AI, termasuk konsentrasi kekuasaan, dampak ekologis, dan ketimpangan akses. Dengan merujuk pada data global dan kondisi ekosistem digital Indonesia, ia menggarisbawahi urgensi menciptakan AI yang inklusif dan berkelanjutan.

Konsentrasi Kekuasaan: 10% Kuasai 90% Data Global

Gema menyoroti bahwa 90% data global saat ini dikuasai oleh kurang dari 10% perusahaan teknologi besar, berdasarkan laporan World Economic Forum. "Ketimpangan ini memengaruhi siapa yang mendapat manfaat terbesar dari teknologi AI, sekaligus mempersempit ruang bagi inovasi yang berasal dari negara-negara berkembang," katanya.

Ia menambahkan bahwa, menurut laporan Oxford Internet Institute, lebih dari 70% investasi AI global terfokus di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan China, meninggalkan negara-negara berkembang di belakang. "Kita harus memastikan AI menjadi teknologi yang membuka peluang, bukan menutup akses," ujarnya.

Dampak Ekologis: AI Menyumbang 2% Emisi Karbon Global

Dalam hal keberlanjutan, Gema menekankan bahwa teknologi AI, terutama pelatihan model besar seperti large language models (LLMs), memiliki jejak karbon yang signifikan. Berdasarkan studi dari MIT Technology Review, pelatihan satu model AI skala besar dapat menghasilkan emisi karbon setara dengan 284 ton CO₂, setara dengan penerbangan pulang-pergi dari New York ke San Francisco sebanyak 315 kali.

"Jika tidak diatur, AI dapat menjadi kontributor utama terhadap perubahan iklim. Ini ironis, karena teknologi seharusnya membantu kita menyelesaikan masalah global, bukan memperburuknya," kata Gema.

Ketimpangan Digital: 3,7 Miliar Orang Masih Offline

Gema juga mengingatkan bahwa di tengah kemajuan teknologi, ketimpangan akses internet masih menjadi masalah besar. Menurut laporan terbaru dari International Telecommunication Union (ITU), sekitar 3,7 miliar orang di dunia, atau hampir setengah populasi global, masih belum memiliki akses internet.

"AI adalah teknologi berbasis data dan konektivitas. Tanpa akses internet, miliaran orang terputus dari peluang yang diciptakan oleh teknologi ini," jelasnya.

Kondisi Ekosistem Digital dan AI di Indonesia

Indonesia berada di ambang transformasi digital besar-besaran dengan potensi AI yang luar biasa. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar untuk industri teknologi, termasuk AI. Menurut laporan Datareportal 2023, Indonesia memiliki 212 juta pengguna internet dengan tingkat penetrasi mencapai 77%, 167 juta pengguna media sosial, dan 353 juta sambungan seluler aktif. 

Dari segi ekonomi, kontribusi AI terhadap PDB Indonesia diperkirakan bisa mencapai 12% atau setara dengan USD 366 miliar pada tahun 2030. Dengan jumlah startup yang menembus angka 2.646, termasuk 15 unicorn dan 2 decacorn, Indonesia siap menjadi pemain kunci dalam dunia AI global. 

Jumlah Data Center di Indonesia

Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 80 pusat data komersial dengan luas total mencapai sekitar 185.000 meter persegi, tersebar di lebih dari 20 provinsi. Namun, tingkat pemanfaatannya masih di bawah 60%, dengan total investasi mencapai USD 500 juta. 

Meskipun demikian, kapasitas pusat data di Indonesia masih jauh dari kebutuhan ideal. Dengan populasi 270 juta, Indonesia memerlukan kapasitas pusat data sekitar 2.200 MW, sementara kapasitas yang ada saat ini baru mencapai sekitar 200 MW. 

Langkah Konkret: Inisiatif AI yang Berkeadilan dan Berkelanjutan

Gema mengumumkan inisiatif global untuk menciptakan standar keberlanjutan dan etika dalam pengembangan AI. Langkah konkret yang diambil meliputi pengurangan jejak karbon melalui pengembangan pusat data berbasis energi terbarukan dengan target mengurangi emisi hingga 50% pada tahun 2030. Selain itu, Sydeco berkomitmen menyediakan solusi berbasis AI bagi komunitas tanpa akses internet, dengan ambisi menjangkau 100 juta orang pada tahun 2035. Gema juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor melalui pembentukan koalisi global untuk menciptakan regulasi AI yang transparan dan inklusif, memastikan teknologi ini bermanfaat bagi semua kalangan secara adil dan berkelanjutan. 

Visi Masa Depan

"Masa depan AI bukan hanya soal kecerdasan teknologi, tetapi juga kecerdasan moral. Kita harus memastikan bahwa AI berkembang untuk memperkuat manusia, melindungi planet, dan mendistribusikan manfaatnya secara adil," tutup Gema.

Editors Team
Daisy Floren

Populer Lainnya