GMPRI Bogor Harapkan Presiden Prabowo Bentuk Perwakilan KPK di Daerah
BOGOR- Maraknya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, nampaknya wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka perwakilan daerah perlu dilakukan.
Urgensi pembentuk KPK perwakilan daerah seiring dengan semangat Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas Korupsi di Indonesia.
"Gagasan pembentukan perwakilan KPK di daerah yang telah lama didengungkan tersebut, harus segera dilakukan, hal ini merupakan lah kang konkrit dalam memberantas praktek KKN di tubuh Pemerintah Daerah," ujar Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) Bogor Raya, Yogi Ariananda, pada Rabu (06/11/24).
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 161 kasus korupsi sepanjang tahun 2023. KPK juga menerima 5.079 laporan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 690 laporan tidak ditindaklanjuti atau diarsipkan, sedangkan 4.389 dilakukan verifikasi.
"Sebanyak 197 lembaga publik masuk dalam kategori sangat rentan, 221 masuk dalam kategori rentan, 129 masuk kategori waspada, dan hanya 82 lembaga publik yang masuk kategori terjaga," katanya.
"Selama tahun 2023, KPK telah menetapkan tersangka satu orang gubernur, lima Bupati/Wali Kota, satu Kepala Lembaga, dua Menteri/wakil menteri," bebernya.
Yogi menjelaskan KPK merupakan lembaga independen yang bertugas melakukan pemberantasan korupsi, terutama kasus-kasus yang merugikan negara di atas satu miliar rupiah.
Jika dilihat tidak sedikit kepala daerah yang terjerat KPK, selama 2023 saja ada 5 kepala daerah yang menjadi tersangka KPK. Kondisi tersebut menggambarkan kepala daerah sangat rentan terhadap korupsi.
"Salah satu penyebabnya yakni pola relasi kekuasaan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, pada umumnya dibangun atas dasar demokrasi transaksional. Kondisi itu juga dipicu dengan tingginya biaya politik yang dibutuhkan untuk menjadi kepala daerah sehingga kepala daerah terpilih berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dengan cara-cara ilegal," jelasnya.
Selain itu, maraknya korupsi di daerah disebabkan tata kelola pemerintahan yang buruk. Alhasil, praktik korupsi semakin langgeng dan menjadi kebiasaan.
" Wacana KPK di daerah tidak terlepas juga dari kinerja APH yang tidak begitu menggembirakan dalam menangani korupsi. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah kasus yang mangkrak. Misalnya yang terjadi di Kabupaten Bogor yang saat laporan kasus korupsi mandek di APH," tegasnya.
Di samping kinerjanya diduga kurang optimal APH mengalami krisis kepercayaan di mata publik. Kondisi itu muncul karena banyak oknum-oknum tiga lembaga penegak hukum tersebut yang terlibat suap. Tentu hal tersebut semakin melunturkan kepercayaan masyarakat dan membuat KPK menjadi satu-satunya harapan masyarakat pemberantasan korupsi di Indonesia.
" Regulasi KPK perwakilan daerah didukung UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 19 ayat 2 dalam UU tersebut berbunyi ’’Komisi Pemberantasan Korupsi dapat mem- bentuk perwakilan di daerah provinsi’’. Sehingga, gagasan mengenai KPK per wakilan daerah merupakan bagian dari keberlanjutan regulasi dan mata rantai dari UU No 30 Tahun 2002," jelasnya.
Kendati demikian, GMPRI Kabupaten Bogor sangat mengharapkan Presiden Prabowo Subianto mendukung pembentukan Perwakilan KPK di Daerah dalam rangka membersihkan praktek praktek kotor yang selama ini di Nina Bobo kan.
GMPRI juga mendukung pembiayaan anggaran perwakilan KPK di daerah menggunakan APBN, hal tersebut dalam rangka menghindari KPK dari diskriminalisasi Pemerintah Daerah.
" Kami sangat mengharapkan Presiden Prabowo Subianto segara membentuk Perwakilan KPK di Daerah. Hal itu sangat urgent karena tindakan korupsi berdampak buruk bagi kesejahteraan rakyat Indonesia," pungkasnya. FR