Kenakalan di Luar Batas

Kenakalan di Luar Batas

Smallest Font
Largest Font

 

KILASBERITA.ID - Anak dan perkembangan fisiknya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kejiwaannya. Jika penambahan usia manusia tidak dipengaruhi apapun karena penambahannya seiring waktu yang dilaluinya, maka perkembangan fisik sangat dipengaruhi faktor-faktor di dalam maupun di luar tubuhnya. Makanan, minuman, asupan udara, kondisi lingkungan, suasana hati adalah beberapa faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan fisik manusia.

Seseorang yang memiliki fisik yang kuat, postur tubuh yang tinggi dan gagah tidak serta merta akan membuatya menjadi manusia yang angkuh dan sombong. Sebab angkuh dan sombong tergantung pada akhlak yang dipilihnya.

Jika akhlak mulia (akhlakul karimah) yang dipilih maka postur segagah apapun akan menjadikannya rendah hati. Namun jika akhlak buruk (akhlakul majmumah) yang dipilih maka sekerempeng apapun seseorang bisa menjadikannya sombong dan angkuh.

Pencarian identitas, kalimat ini yang sering diungkapkan banyak orang jika melihat perilaku “menyimpang” atau nyeleneh anak-anak yang beranjak dewasa.

Pencarian identitas tanpa bimbingan, kalimat ini yang sebenarnya cocok diungkapkan. Sebab mencari identitas diri seharusnya didukung dengan pencarian figur yang harus diteladani. Lunturnya keteladanan orang tua dan guru menjadi salah satu faktor anak-anak lari mencari keteladanan yang salah dan menyesatkan.

Tawuran, geng motor, pembunuhan secara brutal demi menunjukan eksistensi diri menjadi berita yang tersaji dan bisa dikonsumsi setiap hari. Padahal negeri ini telah lama memiliki undang-undang dan peraturan yang baku dengan sanksi berat di dalamnya.Baca Juga: SSB Putra Pakuan Bogor Ungguli Soccer Pada Pertandingan Five Peo Lewat Drama Adu Pinalti

Bukan hanya tentang pembunuhannya melainkan tentang kepemilikan senjata, termasuk senjata tajam. Tentu senjata tajam ini tidak termasuk yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, sebagai alat pertanian, pertukangan atau pedagang daging.

Pasal 2 ayat (1) UU Darurat 12/1951: Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Sepertinya harus ada yang diperbaiki tentang klasifikasi anak-anak dan orang dewasa dalam menerapkan hukuman. Terutama terhadap pelanggaran yang sudah termasuk kejahatan dan bukan lagi kenakalan. Kita bisa melihat bagaimana Rosulullah shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan orang tua untuk memukul (bukan memukuli) anaknya yang berusia 10 tahun ketika tidak melaksanakan shalat, padahal telah diajarkan shalat sejak usia 7 tahun.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksana-kan shalat apabila sudah mencapai umur 7 tahun, dan apabila sudah mencapai umur 10 tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (HR. Abu Dawud: 495).

Dengan tetap menjalankan pendidikan karakter yang kuat dan menyeluruh, mulai dari rumah sebagai basis pertahanan awal, di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya sebagai basis pebopang serta di lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan terbesar, maka penerapan sanksi hukumaun harus tegak dengan penuh percaya diri. Setelah pendidikan berjalan sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka tidak ada alasan kejahatan yang dilakukan anak tidak diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Bagaimana mungkin masyarakat tutup mata dengan kasus yang baru saja terjadi. Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan seorang anak remaja terhadap lawannya, walaupun kemudian salah sasaran. Jika masih dilindungi untuk tidak diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku, maka bagaimana perasaan orang tua korban. Bukan masalah takdir, tapi masalah kejahatan yang dilakukan oleh manusia yang diliputi hawa nafsu setan.

Ada patokan yang jelas tentang sejak kapan manusia dikenai kewajiban melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wata'ala dan menjauhi larangan-Nya, serta dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya oleh-Nya. Patokan itu adalah usia akil balig. Akil balig adalah seseorang yang sudah sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat (taklif) dan mampu mengetahui atau mengerti hukum tersebut.

Orang yang akil balig disebut mukalaf. Akil (orang yang berakal) adalah lawan dari ma'tuh (bodoh), majnun (orang gila), dan muskir (orang mabuk). Sedangkan balig adalah lawan dari sabiy (anak-anak).
Orang yang berakal adalah orang yang sehat sempurna pikirannya, dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, mengetahui kewajiban, dibolehkan dan yang dilarang, serta yang bermanfaat dan yang merusak.

Seseorang yang sudah balig dibebani hukum syarak apabila ia berakal dan mengerti hukum tersebut. Orang bodoh dan orang gila tidak dibebani hukum karena mereka tidak dapat mengerti hukum dan tidak dapat membedakan baik dan buruk, maupun benar dan salah. Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda:
Dari Ali -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Pena (pencatat amal) akan diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar (berakal).
Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Ibnu Majah

Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa berakal menjadi syarat dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, berakal menjadi syarat wajib salat, puasa, dan sebagainya. Dalam muamalah, terutama masalah pidana dan perdata.

Misalnya pezina atau penuduh orang melakukan zina, pencuri, orang yang murtad, pembunuh, dan sebagainya baru dapal dijatuhi hukuman apabila mereka berakal. Begitu juga pelaku kontrak, pemberi hibah, pemberi dan penerima wakil, pemberi wasiat, dan sebagainya disyaratkan berakal.

Berikut tanda-tanda akil balig yang menunjukan bahwa seorang manusia telah dewasa, dikenai kewajiban syar’i dan mempertanggangung jawabkan setiap perbuatannya:

1. Mimpi basah
Tanda pertama adalah mimpi basah dengan keluarnya mani dari kemaluan, ini bisa terjadi baik ketika anak tertidur atau pun tidak tidur. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wataala yaitu:
Dan apabila anak-anakmu telah ihtilaam, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. (QS. An-Nuur: 59).

2. Tumbuh rambut disekitar kemaluan
Tanda berikutnya adalah tumbuhnya rambut disekitar kemaluannya. Hal ini seperti yang diriwayatkan Ibnu Qudamah rahimahullah sebagai berikut:
Adapun al-inbaat, yaitu tumbuhnya rambut kasar di sekitar dzakar laki-laki atau farji wanita, yang hendaknya dibersihkan dengan pisau cukur. Adapun bulu-bulu halus, maka tidak dianggap. Bulu halus ini biasanya sudah tumbuh pada masa anak-anak. Inilah yang menjadi pendapat Imam Malik, dan juga Imam Asy-Syafii dalam salah satu pendapatnya. (Al-Mughni, 4: 551)

3. Anak genap memasuki usia 15 tahun (menurut Hijriyah)
Dawud adh-Dhahiri berpendapat bahwa tidak ada batasan tertentu untuk usia balig. Batasan yang benar menurutnya ialah ditandai mimpi basah atau pun haid. Namun diriwayatkan oleh Nafi'  rahimahullah dalam (HR. Bukhari 2664 dan Muslim no. 1490) sebagai berikut:
Telah menceritakan kapadaku Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bahwa dia pernah menawarkan diri kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk ikut dalam perang Uhud. Saat itu umurnya masih empat belas tahun, namun beliau tidak mengijinkannya. Kemudian dia menawarkan lagi pada perang Khandaq. Saat itu usiaku lima belas tahun dan beliau mengijinkanku.

4. Bagi perempuan mengalami haid atau datang bulan
Allah tidak menerima shalat perempuan  haid, kecuali ia telah berkerudung. (HR. Ibnu Huzaimah dari Aisyah).

Dalam riwayat tersebut, maksud dari kata khimar/ berkerudung adalah pakaian yang ditujukan untuk perempuan yang sudah balig. Ketika shalat perempuan diwajibkan menutup kepala, leher dan dada.
Ketika perempuan mengalami haid, maka ia tidak mengerjakan salat, dan salatnya itu tidak diqadha (diganti). Umumnya perempuan akan mengalami tanda ini ketika memasuki usia 9 tahun.

Jika kita merujuk aturan diatas, pelaku kejahatan, pembunuhan, geng motor atau perilaku kenakalan jahat lainnya yang meresahkan masyarakat tidak lagi diperlakukan sebagai anak-anak apalagi sampai “dilindungi” sebab mereka sudah akil balig. Mereka harus dibawa ke pengadilan dan dihukum sesuai hukum orang dewasa. Efek jera harus ditegakkan karena terlalu banyak masyarakat yang dirugikan.

Disisi lain, lembaga pendidikan pun tidak direpotkan oleh perilaku-perilaku kenakalan yang jahat seperti itu. Jika lembaga pendidikan dan guru di dalamnya menangani kenakalan-kenakalan anak yang masih wajar maka itu merupakan bagian dari tugas mereka, namin jika kenakalan itu sudah mengarah ke kejahatan maka itu merupakan tugas penegak hukum untuk menghukum mereka.
Wallahu a’lam.***

Editors Team
Daisy Floren

Populer Lainnya