LPG 3 Kg Langka, GMPRI : Penambahan Kuota Bukan Solusi Jika Mafia Gas Tak Diberantas
JABAR- Masyarakat di sejumlah wilayah Jawa Bagian Barat mengeluhkan kelangkaan gas LPG 3 kg yang semakin marak. Untuk mengatasi hal tersebut, Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat (JBB) menyalurkan tambahan fakultatif sebanyak 711.800 tabung LPG 3 kg bersubsidi pada 27–31 Januari 2025 di wilayah DKI Jakarta. Penyaluran ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan LPG selama libur panjang Isra Mikraj dan Imlek.
Area Manager Communication, Relations, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional JBB, Eko Kristiawan, menyatakan bahwa penyaluran tambahan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat selama libur panjang.
“Pertamina Patra Niaga Regional JBB menyalurkan tambahan LPG 3 kg sebesar 40,4 persen dari total penyaluran reguler. Penyaluran ini berlangsung dari 27 hingga 31 Januari 2025. Kami berharap tambahan ini dapat mencukupi kebutuhan masyarakat,” ujar Eko dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/1).
Ia menambahkan bahwa penyaluran tambahan ini dialokasikan untuk 270 agen public service obligation (PSO) dan 5.479 pangkalan PSO di wilayah DKI Jakarta.
“Sebagai langkah antisipasi, Pertamina terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, memantau ketersediaan LPG di pangkalan setiap hari, serta menyiagakan agen untuk menyuplai pangkalan yang kehabisan stok. Selain itu, kami memastikan pembelian di pangkalan dilakukan menggunakan KTP,” jelasnya.
Akan tetapi, kebijakan tersebut mendapat sorotan dari Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) Cabang Bogor, Yogi Ariananda. Ia menilai bahwa langkah menambah kuota memang baik, tetapi Pertamina perlu memahami akar permasalahan kelangkaan LPG 3 kg.
“Penambahan kuota bisa menjadi solusi, tetapi apakah Pertamina benar-benar memahami penyebab kelangkaan ini? Di awal tahun, gas LPG 3 kg tiba-tiba sulit ditemukan, bahkan masyarakat harus mengantre untuk mendapatkannya,” kata Yogi.
Ia juga menekankan bahwa penggunaan anggaran negara dalam program ini harus disertai kajian yang matang agar tepat sasaran dan tidak terkesan menghamburkan uang negara.
“Di Kabupaten Bogor, misalnya, kelangkaan ini terjadi karena maraknya praktik mafia gas ilegal. Banyak pemberitaan yang mengungkap bahwa gas subsidi di wilayah Cileungsi dan daerah lainnya dipasok dari Jakarta Timur. Jika akar masalahnya adalah distribusi ilegal, maka sekadar menambah kuota bukanlah solusi yang tepat,” tegasnya.
Menurut Yogi, pemerintah dan pertamina seharusnya lebih tegas dalam memberantas mafia gas agar subsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
“Masyarakat menjerit, sementara mafia gas ilegal justru semakin leluasa. Pertamina Jawa Bagian Barat harus membuka mata dan mendengar keluhan ini, bukan sekadar menambah kuota tanpa menelusuri penyebab utama kelangkaan,” pungkasnya. ***

