Mengetahui Banyak Tentang Sedikit, Filsafat vs ChatGBT.

Mengetahui Banyak Tentang Sedikit, Filsafat vs ChatGBT.

Smallest Font
Largest Font

OPINI. KILASBERITA.ID-  "Cogito ergo sum"( saya berfikir maka saya ada). sepenggal kalimat Perancis buatan Rene' Descartes, adalah sebuah  fundamental manusia tentang kepastian. Berfikir adalah sesuatu yang pasti dari yg tidak pasti. Apabila kamu melarang saya berfikir. Lalu apakah saya akan berhenti berfikir? Tentunya tidak, sebab saya tetap berfikir bagaiamana cara untuk berhenti berfikir. Descartes membuat trobosan baru bahwa manusia itu dilahirkan dengan satu kenyataan yakni berfikir. 

Kata berfikir, juga digunakan untuk kepastian negara. Negara adalah pemerintahan akal melalui orang. Di tenga kehidupan akal, sedikit yang tahu bahwa akal Filsafat dijuluki sebagai ibu dari segala ilmu (The mother of all science). Sayangnya di tengah pemerintahan akal, filsafat sering difitnah sebagai sekularitis,ateis dan anarkis karena suka merobek selubung-lubung idiologis, pelbagai kepentingan duniawi, termasuk yang tersembunyi dalam pakaian yang alim. Ia tidak sopan, bagaikan anjing yang menggonggong, menggangu dan menggigit. Padahal filsafat mampu berfikir kritis  untuk pemerintahan akal.

Paradoks Kebeneran Manusia.

Penurunan skala berfikir manusia di tenga pemerintahan akal begitu terasa. Dari lembaga pemerintahan, pendidikan, dan pasaran dunia kerja. majas, mengetahui banyak tentang sedikit,seakan dipaku oleh suatu zaman yang namanya Gen-Z. Era mengetahui banyak tentang sedikit sudah berlalu. Orang tidak lagi menggunakan akal di tenga pemerintahan akal(negara). Bahkan sekelas 'Fachidiot 'seorang pemikir dan ilmuan begitu ahli dalam bidangnya, terpaksa tunduk karena tidak tahu apa-apa tentang rana kehidupan lainnya. Lantaran dasar pemikiran manusia hingga dunia pekerjaan sudah diambil ahli oleh Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan seperti ChatGPT. 

Filsafat VS ChatGPT.

Masyarakat saat ini dimanjakan dengan kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan artificial intelligent (AI). Saat ini kecerdasan buatan yang berkembang adalah Generatif AI yang merupakan cabang dari AI dengan fokus kemampuan pada komputasi dan kreativitas mesin. Salah satu produk dari Generatif AI adalah Generative Pre-training Transformer atau yang kemudian lebih dikenal dengan ChatGPT.

Professor Stella Christie selaku Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Republik Indonesia periode 2024-2029 dalam acara Indonesia Millenial dan Gen-Z Summit 2024 yang diselenggarakan IDN Times, menjelaskan bahwa aktifitas ChatGPT, adalah pembantu akal manusia yang paling sopan, sekaligus menjadi Tuan  atas perbudakan akal manusia. Artinya perkembangan akal manusia dibatasi dengan standar pengetahuan ChatGBT sehingga Manusia akan kehilangan naluri. Alhasil Manusia kesulitan membuat trobosan pikiran baru karena dibatasi oleh standar yang sudah di programkan ChatGPT. 

Berhadapan dengan tantangan di atas peran filsafat relevan. Pertama, filsafat adalah  metode berfikir kritis dan mandiri. Tantangan perubahan Zaman hanya dapat dihadapi dengan berfikir kritis dan mendiri. Tidak bergantung pada kecerdasan buatan. Artinya manusia harus mampu berfikir kritis untuk melampaui ChatGPT. Bukan berarti memaksakan orang berguru filsafat, tetapi berfilsafat dengan aktifitas berfikir kritisnya masing-masing. dalam terjemahan kata-kata David Precht "gagal berfikir berarti berfikir untuk gagal". Kedua, Filsafat mencari  jawaban. Filsafat tidak akan samapai pada kebenaran, filsafat tidak memiliki kebenaran melainkan terus bertanya dan mencari, seakan tugas filsafat terbatas pada mempertanyakan jawaban. Artinya para penikmat ChatGBT,  harus haus untuk bertanya dan mencari atas jawaban yang sudah ada. Platon menegaskan bahwa, Pentingnya generasi muda untuk tetap mempersoalkan jawaban secara kritis. 

filsafat sebagai sebuah metode berpikir kritis dan mandiri sangat penting agar masa depan hidup manusia dan tatanan sosial tidak diserahkan pada kekuasaan nasib minus tanggung jawab manusia. Dalam tulisan ini saya kembali menegaskan bahwa, tidak mengharuskan orang untuk berguru ilmu filsafat tetapi mengharuskan generasi Gen- z untuk berfilsafat melalui  aktifitas berfikir masing-masing denga kritis, mencari dan menguji jawaban. David Precht membuat sebuah tulisan begitu adem untuk dibaca yakni, "Die Zukunkft kommt nicht! Die Zukunft wird von uns gemacht! Und die Frage ist nicht: Wie werden wir leben? Sondern: Wie wollen wir leben?" (Masa depan itu bukan nasib yang datang dengan sendirinya, kitalah yang merancangnya. Maka itu, pertanyaannya bukan bagaimana kita akan hidup, melainkan bagaimana kita mau merancang kehidupan).***

Penulis. Randy Tukan (anggota IMF samarinda)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Suferi Author

Populer Lainnya