Merasa Dizalimi, Nur Setia Alam PTUN-kan Pansel Kompolnas
kilasberita.id, JAKARTA - Merasa dizalimi, Nur Setia Alam Prawiranegara, salah seorang peserta seleksi calon anggota Kompolnas, melalui Kuasa Hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya, Rabu (6/11/2024), menggugat Panitia Seleksi Komisi Kepolisian Nasional (Pansel Kompolnas) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan telah terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor 433/G/TF/2024/PTUN.JKT, dengan tanggal register 6 November 2024. Selain Pansel Kompolnas, ikut digugat Presiden RI (Tergugat II).
Dijelaskan, yang menjadi objek sengketa adalah tindakan melawan hukum oleh pejabat pemerintah (Tergugat) berupa perbuatan tidak bertindak (omission), yakni berupa tidak adanya klarifikasi/wawancara atas keberatan hasil tes assesment yang menyatakan pihak Penggugat yang tidak lolos pada pelaksanaan seleksi calon anggota Kompolnas, setelah diketahui dari pengumuman hasil tes assesment diumumkan melalui media massa atau website resmi Kompolnas pada tanggal 21 Agustus 2024.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nur Setia Alam diduga digugurkan sepihak oleh Pansel lantaran ada catatan dari BNPT, yang menyatakan dirinya atau keluarga terindikasi ikut terafiliasi intoleran. Padahal, BNPT memberikan disclaimer untuk melakukan wawancara dan klarifikasi kepada Setia Alam, namun tidak dijalankan oleh Pansel.
Dalam gugatannya dikatakan, Pansel telah melanggar asas kemanfaatan, yakni manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang dan tidak mengedepankan proses seleksi yang jujur dan terbuka.
Pansel juga dinilai telah melanggar asas kecermatan, di mana tidak cermat dalam memahami catatan BNPT. Selain itu, Pansel juga dianggap bertentangan dengan asas tidak menyalahgunakan kewenangan, di mana Pansel tidak melakukan wawancara dan klarifikasi kepada Setia Alam.
Lainnya, Pansel dianggap melanggar asas keterbukaan dengan tidak menyampaikan kepada Penggugat terkait alasan tidak meloloskan ke tahap selanjutnya.
Bentuk Pansel Baru
Nur Setia Alam juga meminta Presiden RI menolak usulan 12 nama calon Anggota Kompolnas 2024-2028 dan membentuk Pansel Kompolnas 2024-2028 yang baru serta melakukan seleksi ulang.
Tak hanya itu, Penggugat juga meminta Pansel Kompolnas untuk melaporkan kepada Presiden RI dan Menko Polkam bahwa penilaian pihaknya keliru dan menyatakan Setia Alam bersih dari indikasi awal terlibat, terpengaruh atau mendukung pemahaman intoleransi dan radikalisme.
Juga, Pansel diminta menyatakan hasil seleksi atas 12 nama tidak dapat dipertanggungjawabkan secara dunia dan akhirat karena ketidakprofesionalnya Tergugat I dalam menjalankan tugas dan amanah berdasarkan Keppres No. 37 Tahun 2024.
Sementara itu mengenai permasalahna ini, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, kepada awak media, baru-baru ini, mengungkapkan tindakan tidak melakukan kelarifikasi atas masukan informasi dari BNPT ini sangat mendasar.
"Karena ada prinsip satu hal yaitu bahwa pihak calon komisioner berhak memberikan penjelasan atau pun klarifikasi atau bahkan pembelaan diri terhadap informasi yang masih sepihak dengan tidak dilakukannya. Maka ini melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Nah, selain itu profesionalisme dan kecermatan. Kecermatan ini penting," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
"Karena potensi adanya calon komisioner yang baik, apalagi saya mengikuti ketika dilakukan satu wawancara ulang oleh BNPT, saya medengar langsung dari pewawancara BNPT dan juga surat klarifikasi. So, dari Nur Setia Alam ini bersih dari keterkaitan dengan terrorisme. Nah, mestinya ini dilakukan satu pemeriksaan ulang oleh pansel," jelas Sugeng.
Kerja pansel menurutnya tidak adil, tidak profesional. "Ini akan menjadi beban Presiden dan juga menjadi beban komisioner yang terpilih. Hasil pemilihan komisioner ini dibebani oleh satu dugaaan cacat proses," katanya.
"Nah, dengan itu saya mendukung baik saudara Nur Alam Prawiranegara, maupun saudara Andi secara hukum di pengadilan," tutup Ketua IPW. *AS