Perbandingan Pemikiran Barat dan Islam tentang Terbentuknya Negara

Perbandingan Pemikiran Barat dan Islam tentang Terbentuknya Negara

Smallest Font
Largest Font

KILASBSRITA- Dalam sejarah pemikiran politik, konsep negara telah menjadi salah satu topik yang paling banyak dibahas. Terbentuknya negara di dunia Barat dan dalam tradisi Islam menawarkan perspektif yang berbeda, baik dari segi teori politik, nilai-nilai yang mendasarinya, maupun tujuan dari pembentukan negara itu sendiri. Sebagai bagian dari upaya memahami dinamika politik global, perbandingan ini memberikan wawasan tentang bagaimana dua tradisi besar ini melihat peran negara dalam kehidupan sosial dan politik manusia.

Pemikiran Barat: Kontrak Sosial dan Negara Sebagai Perlindungan.

Pemikiran Barat modern, khususnya yang berkembang selama pencerahan (enlightenment), sangat dipengaruhi oleh teori "kontrak sosial" yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Menurut Hobbes, negara terbentuk sebagai hasil dari perjanjian antara individu-individu untuk keluar dari keadaan alamiah yang penuh dengan kekacauan dan ketidakamanan. Negara berfungsi untuk memberikan perlindungan dan keamanan melalui kekuasaan yang terpusat, yang dalam teorinya harus dijalankan oleh seorang penguasa absolut. Dalam pandangan Hobbes, negara tidak hanya menjadi pelindung, tetapi juga memiliki hak untuk menegakkan ketertiban melalui kekuasaan yang tak terbatas.

Sementara itu, Locke memiliki pandangan yang lebih liberal. Bagi Locke, negara terbentuk untuk melindungi hak-hak individu, terutama hak atas hidup, kebebasan, dan harta benda. Ia berargumen bahwa negara harus dibentuk berdasarkan persetujuan masyarakat (consent of the governed) dan dapat dibubarkan jika melanggar kontrak sosial tersebut. Pandangan ini sangat berpengaruh pada pengembangan sistem pemerintahan demokratis yang menghargai hak-hak individu dan prinsip-prinsip kebebasan.

Jean-Jacques Rousseau, di sisi lain, memperkenalkan gagasan "kehendak umum" (general will) yang menekankan bahwa negara harus mencerminkan kehendak kolektif rakyat, bukan kehendak individu atau kelompok tertentu. Dalam pandangannya, negara adalah sarana untuk mencapai kesetaraan sosial dan politik, di mana kebebasan sejati dicapai melalui partisipasi aktif dalam proses politik.

Secara keseluruhan, pemikiran Barat modern memandang negara sebagai lembaga yang lahir dari kontrak sosial untuk menjaga ketertiban, memberikan perlindungan hukum, dan melindungi hak-hak individu. Negara dilihat sebagai entitas yang bersifat sekuler, dengan fokus pada kebebasan dan kesejahteraan rakyat.

Pemikiran Islam: Negara Sebagai Pelaksanaan Syariat dan Keadilan Sosial

Dalam tradisi Islam, konsep negara memiliki dimensi yang lebih teologis dan normatif. Negara dalam Islam tidak hanya dilihat sebagai entitas politik yang mengatur kehidupan dunia, tetapi juga sebagai sarana untuk menegakkan hukum-hukum syariat (hukum Islam) dan menciptakan keadilan sosial yang berdasarkan pada wahyu Allah. Negara dalam pandangan Islam memiliki tujuan utama untuk memastikan bahwa kehidupan manusia dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Dalam sejarah awal Islam, pendirian negara dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah, yang sering dipandang sebagai contoh pertama dari sebuah negara Islam. Negara Islam di Madinah tidak hanya mengatur urusan duniawi, tetapi juga menjadi pelaksanaan dari ajaran agama. Dalam konteks ini, negara memiliki tugas untuk memastikan bahwa segala aspek kehidupan, dari hukum, ekonomi, hingga sosial, sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.

Beberapa pemikir Islam kontemporer, seperti Sayyid Qutb dan Hasan al-Banna, menekankan bahwa negara harus menjadi instrumen untuk menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, bukan hanya di bidang tertentu. Bagi mereka, negara Islam harus menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dengan kewajiban kolektif untuk menjalankan hukum Allah, yang merupakan bentuk keadilan sejati.

Namun, penting untuk dicatat bahwa ada variasi dalam pemikiran Islam mengenai bentuk negara dan model pemerintahan. Sebagian ulama mendukung model teokrasi yang lebih kental, sementara yang lain lebih menekankan pada sistem pemerintahan yang demokratis dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip syariat sebagai dasar moral dan hukum negara.

 Kesimpulan: Perbedaan Tujuan dan Dasar Pembentukan Negara.

Perbedaan mendasar antara pemikiran Barat dan Islam dalam hal pembentukan negara terletak pada tujuan dan landasan filosofis negara itu sendiri. Pemikiran Barat cenderung melihat negara sebagai sarana untuk melindungi hak-hak individu dan memastikan kesejahteraan sosial melalui sistem pemerintahan yang demokratis dan sekuler. Di sisi lain, pemikiran Islam menekankan bahwa negara harus berfungsi sebagai pelaksana syariat, menjamin keadilan sosial, dan menciptakan kehidupan yang sesuai dengan petunjuk Allah.

Kedua pandangan ini, meskipun berbeda, memiliki tujuan yang sama: untuk menciptakan masyarakat yang adil, tertib, dan sejahtera. Namun, cara dan prinsip yang mereka anut untuk mencapainya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mendasari pemikiran masing-masing tradisi. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih menghargai beragam pendekatan terhadap pembentukan negara dan menjalani kehidupan sosial politik yang lebih inklusif.

Penulis : Muhammad Farhan Chaniago 
Fakultas: Hukum 
Prodi. : Ilmu Hukum 
Kampus: Universitas Nahdatul Ulama Indonesia

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Suferi Author

Populer Lainnya