Puasa itu, Menjaga Lisan!
KILASBERITA.ID - Bulan Ramadan telah mendatangi kita, maka sudah selayaknya sebagai seorang mukmin kita menyambut kedatangan bulan ramadan ini dengan suka cita, layaknya kita menyabut tamu agung atau tamu kehormatan maka kita isi bulan ramadan ini dengan aktivitas ibadah terbaik yang dapat kita lakukan sebagai bentuk penghormatan kita kepada bulan mulia ini.
Dalam Alqur’an surat Al-baqoroh ayat 183, Allah SWT berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Dalam ayat ini disampaikan mengenai kewajiban bagi orang-orang beriman untuk melaksanakan shiyam (puasa) dibulan ramadan.
Ibadah puasa dibulan ramadan ini sangatlah spesial, karena Allah SWT mengatakan dalam sebuah hadits qudsi mengenai keistimwaan ibadah puasa ini.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946
عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Dari firman Allah SWT ini banyak dari para ulama menjelaskan mengenai keutamaan ibadah puasa ini yang memiliki balasan yang tak terbatas.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah telah menyebutkan alasan dari perkataan para ulama yang menjelasakan makna hadits dan sebab pengkhususan puasa dengan keutamaan ini.
Alasan yang paling kuat adalah sebagai berikut:
1. Bahwa puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, “Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya. Oleh karena itu dikatakan dalam hadits, ‘Meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.’ Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa.
2. Maksud dari ungkapan ( وأنا أجزى به = Aku yang akan membalasnya), adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, ‘Artinya bahwa amalan-amalan telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai sekehendak Allah kecuali puasa. Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala tanpa batasan. Hal ini dikuatkan dari periwayatan Muslim, 1151 dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallalm bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.”
Yakni Aku akan memberikan pahala yang banyak tanpa menentukan kadarnya.
Hal ini seperti firman Allah Ta’ala.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [Az-Zumar/39: 10].
Mengingat begitu besarnya balasan yang Allah SWT berikan kepada orang yang berpuasa, tentunya harus kita perhatikan kualitas ibadah puasa yang kita laksanakan, terutama dalam hal menjaga lisan kita. Karena ketika kita tidak mampu menjaga lisan kita, maka rusaklan ibadah puasa kita dan tak ada gunanya ibadah puasa yang kita laksanakan itu serta tidak ada yang kita dapatkan selain lapar dan dahaga saja.
Hal-hal yang harus kita hindari untuk menjaga lisan diantaranya adalah perkataan dusta, karena dengan berkata dusta, tidak ada yang kita dapatkan dari puasa kita selain lapar dan haus saja.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Selain perkataan dusta, hendaknya kita menjaga lisan lita dari perkataan kotor, perkaaan kasar serta tindakan yang menimbulkan kegaduhan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rosulullah SAW dalam haditsnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ
“Dari Abu Hurairah -secara riwayat (menukil dan menceritakan hadits dari Nabi)- beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian di suatu hari sedang berpuasa berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan berbuat kebodohan dan sia-sia. Bila dia dicaci oleh orang lain atau diperangi, maka hendaklah dia mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berpusa.” (HR Muslim, No 1151).
Dalam hadits yang lain disebutkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ berkata, “Puasa adalah tameng, apabila salah seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, dan melakukan perbuatan bodoh. Apabila terdapat seseorang memusuhinya atau mencelanya maka hendaknya dia mengatakan, “Aku sedang berpuasa.”
Diera sekarang, menjaga lisan juga dapat dimaknai dengan menjaga ‘jari’ kita untuk tidak membuat tulisan-tulisan di media sosial, stastus WA atau mebuat konten-konten yang mengandung unsur kebohongan, perkataan atau ungkapan yang kotor dan kasar, bahkan dapat menimbulkan kegaduhan di dunia maya.
Seperti pepatah mengatakan, diam itu emas, mungkin hal ini dapat dilakukan saat kita berpuasa, upayakan untuk tidak berbicara kecuali membicarakan kebaikan serta untuk saling manasihati dalam kebenaran. Bahkan dalam sebuah hadits, perkataan yang baik merupakan cerminan dari keimanan kepada Allah SWT dan hari akhir.
Semoga kita sentiasa dapat menjaga lisan kita di bulan romadhon ini, dan kebiasaan kita menjaga lisan saat berpuasa dapat terbawa dalam kehidupan sehari-hari kita.***