Ratapan Pak Sunhaji Si Penjual Es Pada Mulanya Adalah Kata 

Ratapan Pak Sunhaji Si Penjual Es Pada Mulanya Adalah Kata 

Smallest Font
Largest Font

OPINI- SAMARINDA- "Ah Tuan Guru! Sapaan yang sering ku dengar dari sudut kota ke kota untukmu.  Kukira pendengaranku adalah mimpi yang tak lagi dijumpai di  bawa payung Tuan yang berceramah. Sekali lagi! Kukira payung Tuan adalah payungku di tengah derasnya keringat dan kencangnya badai kehidupan. Ternyata niatnya hanya menjadikanku bingkisan yang di buang dan diinjak setelah dilahap isinya, sambil tertawa terbahak-bahak", Kataku sambil melihat lukisan dagangan Pak Sunhaji, si penjual es yang di tampar dengan kata guru, utusan baginda yang naik tahta.

Tapi dasarnya bukan perihal guru, tuan dan tahta, tetapi pada mulanya adalah kata dan selebihnya adalah problem. Dalam artian, benar jika kaum filsuf mengatakan bahwa manusia di kuasai oleh kata-kata namun, pada saat yang sama, pengalaman manusia bersama kata menyisakan problem. Ternyata relevan nada kehidupan yang dialami si penjual es tentang kata dan problem.

"Perjalan hidup manusia tanpa hati dan pikiran bagaikan perjalanan panjang tanpa rumah penginapan. Penginapan paling adem bagi tubuh yang sehat adalah kesehatan nurani yang merangkul akal. Tidaklah muda bagi manusia untuk memanusiakan manusia maka pentingnya adab daripada ilmu", itulah caption yang ku temui tentang nada melawan tamparan go*l*k guru kepada pak Sunhaji si penjual es yang pernah pata tulang. 

"Terkadang manusia kehilangan adab ketika ilmu dan jabatan menguasainya. Kemanusiaan seakan ditelan bagaikan umpan pancingan memperoleh kuasa dan jabatan." Kata Tulus, sambil membaca tulisan Erasmus sang pendiri humanisme, yang menegur keras gurunya tentang 
"Untuk apa mengetahui dan mengajar tentang dosa. Jika dosa tidak dibenci setelah mengetahuinya".

"Ayo Gin, minum es Tehnya sambil bercerita tentang, pentingnya adab daripada ilmu, pentingnya mencintai keutamaan setelah mengetahuinya dan pentingnya membenci dosa setelah mengetahuinya. Tentang pahitnya hidup, terutama kita kaum kecil yang selalu di pandang sebelah mata." Lanjutnya sambil menolak angsuran pembelian es tehnya. 

"yang penting jangan menjadikan seorang pedagang es teh sebagai bahan tertawaan di hadapan kerumunan. Apalagi disambut tawa yang meriah. Jangan sampai Tulus tak peduli pada perasaan pedagang itu,  Yang penting lucu" kataku sambil memberi isyarat hormati setiap profesi apa pun itu selagi halal dan menutup ceritra ringan sore ini di Jembatan mahkota ll samarinda,.(04/12/24).


Penulis: Randy Tukan

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Suferi Author

Populer Lainnya