Warga Tanjung Priok Serukan Dialog Terbuka Terkait Pembangunan SUTET: Dampak Lingkungan dan Penurunan Nilai Properti Jadi Sorotan

Warga Tanjung Priok Serukan Dialog Terbuka Terkait Pembangunan SUTET: Dampak Lingkungan dan Penurunan Nilai Properti Jadi Sorotan

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA - Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di kawasan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, menuai penolakan dari sejumlah warga. Mereka mengkhawatirkan dampak negatif terhadap lingkungan dan ekonomi, terutama terkait potensi penurunan nilai jual properti di sekitar area tersebut.

Laksono Raharjo, Ketua Forum Warga Kebon Bawang, yang juga warga terdampak sutet menyatakan bahwa pembangunan SUTET di tengah permukiman padat penduduk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan, seperti gangguan kesehatan akibat paparan medan elektromagnetik dan risiko keselamatan lainnya. Selain itu, kehadiran SUTET dikhawatirkan akan menurunkan nilai jual properti warga.

"Kami tidak menolak pembangunan infrastruktur, kami menolak cara-cara yang mengabaikan hak dan kesejahteraan warga. SUTET bukan sekadar tiang dan kabel, tetapi sebuah keputusan yang berdampak luas terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Jika kehadirannya menurunkan nilai properti kami, siapa yang akan mengganti kerugian itu? Jika risiko kesehatan muncul dalam 10 atau 20 tahun ke depan, siapa yang bertanggung jawab? Kami hanya meminta satu hal: komunikasi yang manusiawi, transparan, dan berbasis solusi, bukan keputusan yang dipaksakan. Warga siap berdiskusi terbuka, tapi bukan untuk menerima keputusan yang sudah ditetapkan tanpa mendengar suara kami. Ini bukan sekadar protes, ini tentang keadilan bagi semua yang tinggal dalam bayang-bayang SUTET." ujar Laksono Raharjo saat di wawancara awak media.

Berdasarkan data dari situs properti, harga tanah di Tanjung Priok bervariasi antara Rp5,43 juta hingga Rp45 juta per meter persegi, dengan rata-rata sekitar Rp20 juta per meter persegi. Namun, dengan adanya SUTET, nilai jual properti diprediksi dapat mengalami penurunan signifikan. Sebagai ilustrasi, jika sebuah properti dengan luas 100 meter persegi memiliki nilai jual Rp2 miliar (berdasarkan NJOP Rp20 juta per meter persegi), penurunan nilai sebesar 20% akibat kehadiran SUTET akan mengakibatkan kerugian sekitar Rp400 juta bagi pemilik properti tersebut.

Warga menegaskan pentingnya perhatian dari PLN dan pemerintah terhadap isu ini. Mereka berharap komunikasi yang dilakukan bersifat manusiawi dan transparan, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat dan ekosistem sosial di sekitar SUTET. Laksono Raharjo menambahkan bahwa warga siap untuk berdiskusi secara terbuka guna mencari solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat.

Sebelumnya, beberapa warga mengeluhkan kurangnya sosialisasi terkait proyek ini. Mereka merasa tidak diberitahu mengenai rencana pembangunan SUTET di dekat tempat tinggal mereka, sehingga menimbulkan kekhawatiran dan penolakan.

PLN mengklaim bahwa mayoritas warga telah menyetujui pembangunan SUTET tersebut. Namun, penolakan dari sebagian warga menunjukkan perlunya dialog lebih lanjut untuk mencapai kesepahaman bersama. Warga berharap melalui diskusi terbuka, solusi yang adil dan bijaksana dapat dicapai, sehingga pembangunan infrastruktur tidak mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Editors Team
Daisy Floren

Berita Terkait